Pertanyaan mengenai kelayakan Indonesia sebagai tujuan investasi kembali mengemuka, terutama setelah lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings menegaskan posisi Indonesia di peringkat BBB dengan outlook stabil. Peringkat ini menempatkan Indonesia dalam kategori investment grade, artinya masih layak menjadi destinasi penanaman modal global. Namun, di balik status positif tersebut, terdapat sejumlah catatan penting yang perlu diperhatikan.
Fondasi Ekonomi yang Kokoh
Indonesia memiliki keunggulan struktural yang sulit disaingi negara lain di kawasan. Dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa dan mayoritas berada di usia produktif, pasar domestik Indonesia sangat besar dan terus bertumbuh. Pertumbuhan ekonomi stabil di kisaran 5% per tahun menandakan resiliensi Indonesia menghadapi tekanan eksternal.

Selain itu, program hilirisasi mineral, pembangunan infrastruktur, hingga transformasi ekonomi digital menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran, realisasi penanaman modal pada tahun 2024 mencapai Rp 1.714,2 triliun, melampaui target pemerintah.
Perbandingan dengan Negara ASEAN
Meski masih layak, posisi Indonesia berada di tengah bila dibandingkan dengan negara tetangga:
- Malaysia memegang peringkat A- (stable), lebih tinggi dari Indonesia. Rating ini menandakan risiko fiskal lebih rendah, sehingga obligasi pemerintah Malaysia menawarkan yield lebih rendah namun dengan profil risiko yang lebih aman.
- Vietnam berada pada peringkat BB+ (stable), yang berarti belum masuk kategori investment grade. Meski demikian, pertumbuhan ekonominya yang tinggi (di atas 7% pada 2024) menjadikannya magnet bagi investasi sektor manufaktur berbasis ekspor.
- Indonesia, dengan rating BBB (stable), berada di antara keduanya: aman untuk investor institusional, menawarkan yield obligasi yang lebih tinggi dibanding Malaysia, namun dengan risiko fiskal dan regulasi yang perlu diperhatikan.
Implikasi terhadap Yield Obligasi
Peringkat “BBB” membuat yield obligasi pemerintah Indonesia (SUN 10 tahun) stabil di kisaran 6,5% pada pertengahan 2025. Angka ini cukup kompetitif di tingkat regional, terutama dibandingkan negara maju yang yield obligasinya berada di bawah 4%. Outlook stabil dari S&P menjadi sinyal positif, bahwa risiko gagal bayar atau lonjakan utang masih terkendali.

Namun, jika di kemudian hari outlook berubah menjadi negatif akibat pelebaran defisit atau ketidakpastian fiskal, investor dapat menuntut premi risiko lebih tinggi. Konsekuensinya, biaya pinjaman negara pun meningkat.
Risiko yang Perlu Diwaspadai
Meski masih berada di jalur aman, sejumlah tantangan bisa mempengaruhi persepsi investor terhadap Indonesia:
- Ketidakpastian kebijakan fiskal, terutama pasca-transisi pemerintahan baru.
- Ketergantungan pada komoditas yang membuat perekonomian sensitif terhadap fluktuasi harga global.
- Birokrasi dan kepastian hukum, yang masih menjadi pekerjaan rumah untuk memperkuat iklim usaha.
Catatan
Indonesia masih layak menjadi tujuan investasi dengan daya tarik utama pada pasar domestik yang besar, pertumbuhan ekonomi stabil, serta komitmen pemerintah menjaga disiplin fiskal. Peringkat BBB dengan outlook stabil dari S&P mengonfirmasi posisi Indonesia sebagai destinasi investasi yang kredibel, meski bukan tanpa risiko.
Bagi investor, Indonesia menawarkan kombinasi unik: yield obligasi yang relatif tinggi dengan status tetap investment grade. Dalam lanskap ASEAN, Indonesia menjadi opsi moderat—lebih aman daripada Vietnam, dan lebih menguntungkan secara imbal hasil dibanding Malaysia.
Dengan strategi mitigasi risiko yang tepat, Indonesia tetap menjanjikan sebagai salah satu pilar utama investasi di kawasan.




