Salah satu omon-omon besar pemerintahan baru (Prabowo-Gibran) adalah penciptaan 19 juta lapangan kerja baru dalam lima tahun. Angka ini tentu menggugah optimisme, terutama di tengah kebutuhan generasi muda yang terus masuk ke pasar kerja. Namun, seberapa realistis omon-omon tersebut bila ditinjau dari kacamata ekonomi pembangunan?
Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Secara teori, penciptaan lapangan kerja erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Ukuran yang dipakai adalah employment elasticity of growth, yakni berapa persen tenaga kerja terserap setiap kali PDB tumbuh 1%.
Di Indonesia, rata-rata elastisitas historis berada pada kisaran 0,3–0,5. Artinya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap 400 ribu hingga 500 ribu tenaga kerja.
Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% per tahun, maka penyerapan tenaga kerja realistis berkisar 2 juta per tahun, atau sekitar 10 juta selama lima tahun. Angka ini hanya separuh dari target 19 juta.
Simulasi Tiga Skenario

Simulasi Penciptaan Lapangan Kerja Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi
Untuk melihat peluang tercapainya target, mari gunakan simulasi sederhana:
1. Skenario 1 (Status Quo)
- Pertumbuhan: 5%
- Elastisitas: 0,4
- Hasil: ±10 juta lapangan kerja dalam 5 tahun
2. Skenario 2 (Optimistis: Pertumbuhan & Elastisitas Naik)
- Pertumbuhan: 7%
- Elastisitas: 0,6
- Hasil: ±21 juta lapangan kerja → melampaui target
3. Skenario 3 (Pertumbuhan Tinggi, Elastisitas Tetap Rendah)
- Pertumbuhan: 9%
- Elastisitas: 0,4
- Hasil: ±18 juta lapangan kerja → hampir menyentuh target
Dari simulasi ini, jelas bahwa target 19 juta hanya mungkin dicapai bila pertumbuhan ekonomi dipacu lebih tinggi atau elastisitas penyerapan kerja meningkat signifikan.
Strategi Menaikkan Elastisitas
Bagaimana agar setiap pertumbuhan ekonomi menyerap lebih banyak tenaga kerja? Kuncinya ada pada struktur ekonomi. Beberapa kebijakan konkret yang bisa ditempuh:
- Mendorong sektor padat karya → insentif bagi industri tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan elektronik sederhana.
- Digitalisasi UMKM → program onboarding ke marketplace, aksespembiayaan digital, dan pelatihan keterampilan.
- Green jobs → proyek energi terbarukan, rehabilitasi mangrove, daur ulang, dan circular economy.
- Padat karya infrastruktur desa/kota → irigasi, sanitasi, jalan lingkungan, modernisasi pasar rakyat.
- Reformasi vokasi dan reskilling → agar tenaga kerja sesuai kebutuhan industri yang menyerap banyak pekerja.
Dengan kombinasi kebijakan ini, elastisitas bisa ditingkatkan dari 0,4 ke 0,6–0,7, sehingga pertumbuhan ekonomi 5–6% saja bisa menghasilkan 18–21 juta pekerjaan.
Roadmap 5 Tahun
Pemerintah perlu membagi fokus kebijakan secara bertahap:
- Tahun 1: fondasi → deregulasi, padat karya desa/kota, digitalisasi 5 juta UMKM.
- Tahun 2: perluasan industri padat karya, cluster UMKM, insentif ekspor.
- Tahun 3: green jobs, pariwisata, dan ekonomi kreatif daerah.
- Tahun 4: penguatan industri bernilai tambah (komponen otomotif, elektronik).
- Tahun 5: konsolidasi → reformasi pajak pro-tenaga kerja, integrasi sistem jaminan sosial, after-care investor.
Catatan
Omon-omon 19 juta lapangan kerja adalah target yang ambisius. Secara matematis, dengan kondisi saat ini, capaian realistis hanya sekitar 10 juta pekerjaan. Agar target benar-benar tercapai, pemerintah harus mendorong dua hal sekaligus: pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan kebijakan yang meningkatkan elastisitas tenaga kerja.
Tanpa perubahan struktural menuju sektor padat karya, UMKM digital, dan green jobs, target 19 juta hanya akan tinggal slogan. Namun dengan strategi yang tepat, janji ini bisa menjadi momentum emas untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih inklusif dan menyerap tenaga kerja luas.




