Blog Post

Investor Asing Ramai-ramai Kabur dari Indonesia

Pasar keuangan Indonesia dihantam kabar kurang sedap: investor asing ramai-ramai menarik dananya. Data menunjukkan capital outflow tembus Rp602 triliun hingga Maret, sementara di pasar saham asing mencatatkan net sell Rp119 triliun hanya dalam tujuh bulan pertama. Lebih parah lagi, investasi asing langsung (FDI) pada kuartal II-2025 anjlok 12,23%, level terendah dalam lima tahun terakhir.

 

Keterangan grafik penarikan modal asing Januari–September 2025:
  • Outflow naik tajam pada Maret (Rp602 triliun).
  • Setelah itu tren masih terus meningkat meski lebih landai, hingga September tembus Rp1.320 triliun secara akumulatif.
  • Artinya, tekanan modal keluar tidak berhenti di paruh pertama tahun, tapi berlanjut hingga kuartal ketiga.
Kondisi ini menunjukkan tantangan serius bagi pemerintah Prabowo–Gibran dalam menjaga kepercayaan investor asing.

 

Fenomena ini terjadi di tengah janji ambisius pemerintahan baru yang ingin menciptakan 19 juta lapangan kerja dalam lima tahun. Investor asing seharusnya menjadi salah satu motor utama pembuka peluang kerja lewat FDI, khususnya di sektor manufaktur. Namun, tren saat ini justru menunjukkan arah sebaliknya: modal asing keluar, manufaktur melemah, dan sektor ekstraktif yang didorong pemerintah tidak banyak menyerap tenaga kerja.

Salah satu penyebab utama keluarnya investor adalah ketidakpastian politik. Gelombang protes nasional yang meluas, isu revisi undang-undang, hingga aksi kekerasan di jalan membuat persepsi risiko politik Indonesia meningkat. Investor menilai stabilitas politik adalah kunci utama, dan setiap gejolak sosial dianggap langsung mengancam keamanan investasi jangka panjang.

Faktor lain adalah perubahan arah kebijakan ekonomi. Pemerintah saat ini menitikberatkan pada hilirisasi tambang seperti nikel dan batubara. Sektor ini memang menggiurkan dari sisi ekspor, tetapi padat modal dan hanya sedikit menciptakan lapangan kerja. Sementara itu, sektor manufaktur padat karya—yang selama puluhan tahun menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja—justru menyusut drastis. Penutupan pabrik besar seperti Sritex menjadi bukti nyatanya.

Investor juga gelisah dengan regulasi yang dinilai membingungkan. Pembentukan sovereign wealth fund Danantara dan revisi UU TNI menimbulkan kesan adanya intervensi politik berlebihan dalam dunia usaha. Perubahan regulasi yang cepat dan tidak konsisten membuat pelaku pasar khawatir kontrak jangka panjang bisa sewaktu-waktu berubah.

Dari sisi regional, Indonesia juga menghadapi tantangan serius. Banyak modal asing yang sebelumnya masuk ke Indonesia kini lebih memilih Vietnam dan Thailand, yang dianggap lebih stabil dan konsisten dalam kebijakan industrinya. Akibatnya, Indonesia kehilangan daya saing dalam perebutan modal asing di kawasan Asia Tenggara.

Dampaknya cukup nyata: rupiah melemah hingga menyentuh titik terburuk sejak krisis 1998, IHSG tertekan akibat aksi jual asing, dan peluang kerja ikut menyempit. Jika tren ini berlanjut, target 19 juta pekerjaan bisa menjadi sangat sulit diwujudkan. Alih-alih memperluas lapangan kerja, Indonesia berisiko menghadapi skenario growth without jobs—ekonomi tumbuh di atas 5%, tapi manfaatnya tidak menyentuh tenaga kerja luas.

 

Respons Pemerintah

Bank Indonesia berusaha menenangkan pasar dengan menurunkan suku bunga dan intervensi rupiah. Pemerintah juga meluncurkan aturan baru untuk mempercepat perizinan investasi. Namun, banyak analis menilai langkah ini belum cukup. Investor asing butuh kepastian hukum dan stabilitas politik, bukan sekadar stimulus jangka pendek.

 

Apa yang Bisa Dilakukan?

Agar investor kembali percaya, ada beberapa langkah penting:

  • Bangun kepercayaan politik → meredam protes dengan dialog, bukan kekerasan.
  • Hidupkan sektor padat karya → tekstil, furnitur, UMKM, dan green jobs yang lebih menyerap tenaga kerja.
  • Pastikan regulasi konsisten → jangan ada perubahan mendadak yang bikin pelaku usaha bingung.
  • Komunikasi pasar yang jelas → investor perlu kepastian arah kebijakan ekonomi.

 

Catatan

Investor asing kabur bukan semata soal angka pertumbuhan ekonomi, tapi karena kepercayaan. Jika stabilitas politik goyah dan arah kebijakan tidak jelas, modal asing akan mencari rumah baru. Bagi pemerintahan Prabowo–Gibran, mengembalikan kepercayaan investor adalah kunci, apalagi ketika janji besar seperti 19 juta lapangan kerja sedang dipertaruhkan.

Comments are closed.